Jumat, 29 Oktober 2010

pertumbuhan koperasi di Indonesia

Pertumbuhan Koperasi di Indonesia

Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam (Soedjono 1983, h.7) maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja patih di Purwokerto (1896), mendirikan koperasi yang bergerak dibidang simpanpinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti ia mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R. Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpanpinjam yang dapat berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
1. Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil;
2. Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda;
Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal; dan di samping itu diperlukan biaya meterai f 50.

Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan “Syirkatul Inan” atau disingkat (SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager adalah K.H. Hasyim Asy ‘ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota. Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode “nahdlatuttijar” . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915 tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi.
Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ) berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
• memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan
• dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya
• memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan
• penerangan tentang organisasi perusahaan
• menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia

Kamis, 14 Oktober 2010

perbedaan koperasi di Indonesia dengan koperasi di Belanda

Perbedaan Koperasi di Indonesia dan di Negara Belanda
Di Indonesia ,koperasi menjadi salah satu unit ekonomi yang punya peran besar dalam memakmurkan negara ini sejak zaman penjajahan sampai sekarang. ,koperasi telah membantu membangun ekonomi negara – negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Bahkan sekarang koperasi di negara – negara maju tidak hanya sebagai unit ekonomi kecil lagi tetapi, sudah berkembang menjadi unit ekonomi yang besar, strategis dan punya daya saing dengan perusahaan – perusahaan skala besar.
Hanya saja perkembangan koperasi di Indonesia walaupun terbilang lumayan pesat tetapi pekembanganya tidak sepesat di negara – negara maju ,ini dikarenakan beberapa hal yaitu:
1. Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas (bottom up )tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan pemerintah yang disosialisasikan ke bawah.
2. Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal.
3. Manajemen koperasi yang belum profesional, ini banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah.. Contohnya banyak terjadi pada KUD KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya.
4. Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan.
5. Prinsip koperasi Rochdale bagian kerjasama dan sukarela serta terbuka , tidak dijalankan dengan baik di Indonesia. Koperasi Indonesia bersifat tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi hanya berlaku untuk yang seprofesi, misal koperasi nelayan anggotanya nelayan saja, koperasi guru anggotanya guru saja.
Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit. Sedangkan menurut Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Adi Sasono, yang diberitakan di Kompas, Kamis, per 31 Mei 2007 terdapat 138.000 koperasi di Indonesia, namun 30 persennya belum aktif. Informasi terakhir dari Triyatna (2009), jumlah koperasi tahun 2007 mencapai 149.793 units, diantaranya 104.999 aktif, atau sekitar 70% dari jumlah koperasi dan sisanya 44.794 non-aktif Selama periode 2006-2007, jumlah koperasi aktif tumbuh 6,1% sedangkan laju pertumbuhan koperasi tidak aktif sekitar 5,7%. Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan skala sangat kecil. Mengenai jumlah koperasi yang meningkat cukup pesat sejak krisis ekonomi 1997/98, menurut Soetrisno (2003a,c), pada dasarnya sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan hingga 2001 sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Salah satu indikator yang umum digunakan untuk mengukur kinerja koperasi adalah perkembangan volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU). Data yang ada menunjukkan bahwa kedua indikator tersebut mengalami peningkatan selama periode 2000-2006. Untuk volume usaha, nilainya naik dari hampir 23,1 triliun rupiah tahun 2000 ke hampir 54,8 triliun rupiah tahun 2006; sedangkan SHU dari 695 miliar rupiah tahun 2000 ke 3,1 triliun rupiah tahun 2006. Menurut data paling akhir yang ada yang dikutip oleh Triyatna (2009), pada tahun 2007 jumlah SHU koperasi aktif mencapai 3.470 miliar rupiah sedangkan modal luar koperasi aktif sekitar 23.324 miliar rupiah. Selama periode 2006-2007, pertumbuhan SHU sekitar 7,9% dan modal luar 5,7%. Memasuki tahun 2000 koperasi Indonesia didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55%-60% dari keseluruhan aset koperasi. Sementara itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Hingga akhir 2002, posisi koperasi dalam pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah Bank Rakyat Indonesia (BRI)-unit desa sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen untuk tumbuhnya kemandirian koperasi (Soetrisno, 2003c). Berdasarkan data propinsi 2006, jumlah koperasi dan jumlah koperasi aktif sebagai persentase dari jumlah koperasi bervariasi antar propinsi. Pertanyaan sekarang adalah kenapa jumlah koperasi atau proporsi koperasi aktif berbeda menurut propinsi? Apakah mungkin ada hubungan erat dengan kondisi ekonomi yang jika diukur dengan pendapatan atau produk domestic regional bruto (PDRB) per kapita memang berbeda antar propinsi? Secara teori, hubungan antara koperasi aktif dan kondisi ekonomi atau pendapatan per kapita bisa positif atau menurutnya, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan modal yang dialami banyak koperasi untuk mengembangkan usaha mereka.. Hal ini merupakan salah satu imbas kenaikan harga bahan bakar minyak tahun 2004 lalu, sehingga anggota koperasi kekurangan modal untuk tabungan. Penyebab lainnya, pemerintah kurang menjalankan perannya sebagai pembina koperasi, dan kebijakan yang digulirkan tidak mendukung pengembangan koperasi rakyat. Ia memberi contoh, kebijakan pemerintah yang menyebabkan koperasi pasar tradisional semakin tersingkir oleh pasar modern. Menurutnya, perbankan juga kerap tidak berpihak pada koperasi kecil. Koperasi kecil kerap kesulitan mendapat pinjaman modal untuk pengembangan usaha.

Koperasi di Negara Belanda

Belanda, walaupun negaranya sangat kecil, tetapi koperasinya sangat maju. Belanda juga punya banyak koperasi yang berkecimpung di sektor pertanian yang masuk 20 koperasi pertanian terbesar di UE, yakni Campina Melkunie (produk-produk susu), Cebeco Handelsrand (input dan produksi pertanian), Friesland Dairy Foods (produk-produk susu), Coberco (produk-produk susu), Demeco (daging), dan Greenery/VTN (buah-buahan dan sayur-sayuran. Di negara-negara Eropa Timur, koperasi juga sangat maju. Misalnya, di Hongaria, koperasi-koperasi konsumen bertanggung jawab terhadap 14,4% dari makanan nasional dan penjualan-penjualan eceran umum pada tahun 2004. Di Polandia, koperasi-koperasi susu bertanggung jawab untuk 75% dari produksi susu di dalam negeri. Di Slovenia, koperasi-koperasi pertanian bertanggung jawab untuk 72% dari produksi susu, 79% dari sapi, 45% dari gandum, dan 77% dari produksi kentang. Di Slovakia, terdapat lebih dari 700 koperasi yang mengerjakan hampir 75 ribu orang.

Job Design

Job Design
Desain pekerjaan (job design) adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seorang atau sekelompok karyawan secara organisasional.
·         Job Specialization
Meliputi :
Membagi pekerjaan-pekerjaan kedalam bagian yang lebih kecil.
Penempatan ahli untuk mengerjakan bagiannya masing-masing.
Keuntungannya :
Keterampilan lebih dan pembelajaran yang lebih cepat.
Lebih sedikit waktu yang hilang
Membayar hanya untuk keterampilan yang dibutuhkan.
·         Job Expansion
Proses dalam menambah keanekaragaman pekerjaan , dengan tujuan untuk mengurangi kebosanan.
Metode-metode :
Ø  Job enlargement

Peningkatan jumlah tugas dengan tingkat kesulitan dan tanggung jawab yang sama; disebut juga beban kerja horisontal.

Ø  Job enrichment

Peningkatan tanggung jawab pekerja dan dalam mengendalikan pekerjaannya, disebut juga beban kerja vertikal

Cara-caranya :
1.      Membiarkan pekerja untuk merencanakan jadual kerja mereka sendiri.
2.      Membiarkan pekerja untuk menentukan bagaimana kerja harus dilakukan.
3.      Membiarkan pekerja untuk mengoreksi pekerjaan mereka sendiri.
4.      Membiarkan pekerja untuk belajar keterampilan-keterampilan yang baru.




Ø  Job rotation.

Employee empowerment

Meliputi Decision making, control, dan planning.
·         Psychological components
Individu mempunyai nilai, sikap dan emosi yang mempengaruhi hasil suatu pekerjaan. Contohnya: Work is a social experience that affects belonging needs( Pengalaman kerja sosial yang berdampak pada kebutuhan yang diinginkan)
Tindakan efektif pekerja datang kebanyakan dari dalam diri individu.Contohnya: Scientific management argued for external financial rewards
·         Self-directed teams
Kelompok yang memberikan kuasa kepada individu untuk bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama.
·         Motivation and incentive system (Motivasi dan uang)l
·         Work method and ergonomic
Studi tentang kerja, biasa disebut “human factors” merupakan penghubung antara manusia-mesin
Contoh :
Mouse
Keyboard
Tujuan utama ergonomi :
memaksimalkan efisiensi Karyawan
memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja
menganjurkan agar pekerja aman (comfort), nyaman (convenience) dan semangat.

Tujuannya untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi.
Elemen-elemen desain pekerjaan :
¨ Elemen organisasional
- Pendekatan mekanistik
- Aliran kerja
- Praktek-praktek kerja
¨ Elemen lingkungan
- Kemampuan dan ketersediaan karyawan
- Pengharapan sosial
¨ Elemen keperilakuan
- Otonomi
- Variasi
- Identitas tugas
- Umpan balik
Teknik job re-design :
¨ Simplifikasi pekerjaan
¨ Perluasan pekerjaan